Senin, 31 Juli 2017

Good Bye, July.

Bulan Juli yang akan berlalu dan digantikan dengan bulan Agustus, bulan Juli tahun ini terasa berbeda karena diawali dengan suasana duka. Iya tahun ini pun lebarannya berbeda, keluarga besar berkumpul di rumah untuk silaturahmi tapi dengan alasan besar yaitu berduka karena kematian. Tahun ini kami sekeluarga besar tepat di hari pertama lebaran harus kehilangan salah satu orang yang kami sayangi, Opah saya, paman dari Ayah saya yang telah mengidap sakit stroke bertahun tahun lamanya. Meninggalnya tepat di hari pertama lebaran sesuai tanggal masehi pada pukul 21.05 yang dalam Islam jatuhnya sudah tanggal 2 syawal. 
Di pagi hari di hari pertama lebaran waktu itu, saya sekeluarga beserta para tetangga pun berkunjung untuk menengok Opah. Biasanya saya tak pernah mau melihat dan menyentuh sekali pun. Karena apa? Tak pernah tega, selalu sedih melihat kondisinya dan tak pernah bisa untuk tidak menangis, tapi kali itu entah mengapa rasanya ingin sekali melihat kondisinya. Dan sedih ternyata hari itu adalah hari terakhir saya melihat Opah. Biasanya di hari-hari, bulan-bulan dan tahun-tahun sebelumnya saya masih bisa berinteraksi dengan beliau walaupun sudah tidak jelas apa yang disampaikannya. Tapi saya mengerti beliau ingin berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.
Beliau yang semasa sakit masih selalu ingat untuk beribadah, sholat meskipun hanya di atas kasur dan dalam kondisi berbaring. Malu, kadang kita yang sehat saja masih suka lalai dalam beribadah, tetapi yang dalam kondisi sakit saja masih ingat sholat walaupun sulit kondisinya. Karena Allah tidak pernah mempersulit makhluknya, kita diperkenankan beribadah dalam kondisi apapun.
Pagi itu rasanya berbeda, hanya melihat beliau berbaring dengan kondisi badan yang sudah kurus karena sakit, terasa luka, air mata mengalir begitu saja, tersedu-sedu sembari sebisanya membaca doa-doa yang dihafal. Beliau hanya terbaring di atas kasurnya tanpa respon, pagi itu sempat terbesit apakah sebenarnya beliau tak sadarkan diri? Namun saat diusap tangannya suhu tubuhnya masih hangat. Dengan sebisa-bisanya membacakan Al-Fatihah sebanyak mungkin. Sedih, sampai di rumah rasanya masih tak tega, masih meneteskan air mata. Entah mengapa kondisi Opah tersebut seolah menjadi firasat saya dan keluarga untuk menghubungi anggota keluarga yang lain agar segera datang berkunjung kemari dan melihat kondisi Opah. Setiap orang merasakan hal yang sama, ketika selesai melihat Opah semuanya meneteskan air mata.
Selepas itu kami melewati hari pertama lebaran dengan mengunjungi rumah sanak saudara dan seperti biasanya saya berkunjung ke rumah Nenek, Ibu dari Mama saya dan siang harinya hingga sore berkumpul di rumah Uwa. Di sore hari ketika sedang bercanda dan mengobrol dengan saudara yang lain tiba-tiba saya mendapat telepon dari Oma saya yang mengabarkan bahwa Opah saya nafasnya sudah putus-putus (ngap-ngapan) ditambah suara yang bergetar menahan tangis dari seberang sana. Panik, mendadak membubarkan diri untuk segera pulang.
Sampai di rumah sekitar pukul setengah 5 sore. Selepas sholat maghrib Papa saya tidak ada di rumah dan katanya ke rumah Opah menemani Opah sembari membacakan doa-doa yang dia hafal. Saya dan Mama di rumah sedang menonton film di televisi sampai akhirnya tiba-tiba Papa pulang ke rumah membawa kabar bahwa Opah sudah pergi, sudah meninggal dunia. Saya dan Mama yang saat itu sedang tertawa menonton film komedi di televisi seketika terdiam dan gemetar. Masih tidak percaya bahwa kabar itu harus datang di malam itu. Malam itu langsung memberi kabar pada sanak saudara untuk segera datang dan menyebarkan lagi kepada sanak saudara yang lain. Malam itu pula jenazah segera dimandikan, dikafani dan dishalatkan.
Esok paginya jenazah dimakamkan dan dishalatkan lagi sebelum dimakamkan, saya termasuk salah satu yang ikut dalam prosesi pemakaman. Mengapa saya mau ikut karena saya ingin melihat Opah untuk terakhir kalinya sebagai penghormatan, sedih... awalnya hanya meneteskan air mata tapi lama-lama menangis juga sembari tersedu. Itulah mungkin alasan mengapa wanita-wanita lebih baik tidak ikut dalam prosesi pemakaman karena diperlukan mental yang kuat untuk menahan rasa sedih melihat seseorang yang disayangi pergi dan rasa sakit karena kehilangan yang mendalam. Pagi itu setiap orang harus ikhlas melepas kepergian Opah, dan hidup kita di dunia berakhir di liang lahat sana. Setelah kita meninggal takkan ada harta benda yang kita bawa, kecuali amal ibadah selama hidup di dunia. Saya sebagai salah satu cucu yang merasa dirawat sejak kecil begitu merasa kehilangan karena meskipun bukan kakek kandung, namun beliau sangat perhatian dan sayang kepada saya, serta seringkali mengingatkan mengenai banyak hal baik.
Beliau orang yang sangat baik, amat sangat baik terhadap siapapun. Beliau dicabut nyawa dengan kondisi yang sangat tenang di tengah penyakit yang telah dideritanya selama bertahun-tahun. Semoga sakitnya menjadi penggugur dosa-dosanya selama ini. Dan tidak terasa, sabtu ini tanggal 5 Agustus sudah hari ke 40 semenjak kepergian Opah.. Semoga amal ibadahnya semasa hidup diterima oleh Allah SWT dan diterima iman islamnya oleh Allah SWT. Aamiin Allahuma Aamiin..

You'll be missed, Opah..